Oleh : Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat
Dari Jabir bin Samarah (dia berkata): Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah diberitahukan bahwasanya ada seorang laki-laki telah membunuh dirinya, maka beliau bersabda:
“Kalau begitu, saya tidak akan menshalatinya.”
Hadits Shahih. Telah dikeluarkan oleh Ahmad (5/87, 91, 92, 102, & 107), Muslim (no:978), Abu Dawud (no:3185), Tirmidziy (no:1068), Ibnu Majah (no:1526) dan Abdullah bin Ahmad di musnad bapaknya (5/94, 96 & 97) dan yang selain mereka.
Lafazh hadits saya ambil dari salah satu riwayat Ahmad (5/91).
Al Imam Abu Dawud memberikan bab yang merupakan fiqih beliau terhadap hadits ini dengan judul bab:
“Imam (penguasa) tidak menshalatkan orang yang mati bunuh diri.“
al Imam Tirmidziy setelah meriwayatkan hadits ini mengatakan: Hadits ini Hasan-Shahih. Dan ahli ilmu telah berselisih tentang masalah ini:
Sebagian dari mereka mengatakan:
“Dishalatkan atas setiap orang yang shalat menghadap ke kiblat (yakni seorang muslim atau ahli kiblat) dan juga atas orang yang bunuh diri.”
Ini adalah pendapatnya (Sufyan) ats Tsauriy dan Ishaq. Adapun Ahmad mengatakan:
“Imam (penguasa) tidak menshalatkan orang yang mati bunuh diri, sedangkan yang selain dari Imam menshalatinya.”
an Nawawi dalam mensyarahkan hadits ini di kitabnya Syarah Muslim mengatakan, “Di dalam hadits ini terdapat dalil bagi orang yang mengatakan:“Orang yang mati membunuh dirinya tidak dishalatkan disebabkan kemaksiatannya.”Inilah yang menjadi madzhabnya Umar bin Abdul Aziz dan al Auza’iy.
Sedangkan al Hasan, an Nakha’iy, Qatadah, Malik, Abu Hanifah, Syafi’iy dan jumhur Ulama mengatakan:
“Dishalatkan.” Mereka menjawab tentang hadits ini, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri tidak menshalatinya sebagai peringatan bagi manusia akan perbuatan yang seperti itu. Sedangkan para Shahabat menshalatnya.”Sekian dari Imam an Nawawi dengan ringkas.
Dalam hal ini madzhab jumhur lebih kuat. Karena semata-mata Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menshalatinya tidak berarti haram atau tidak boleh menshalatinya.
Bahkan hadits ini di atas menunjukkan, bahwa beliau sendiri memang tidak menshalatinya, tetapi para Shahabat menshalatinya.
Perhatikanlah sabda beliau:
“Kalau begitu, saya tidak akan menshalatinya.”
Yang menunjukkan bahwa para Shahabat tetap menshalatkannya.
Maka setiap kaum muslimin apabila mati wajib dishalatkan dengan wajib kifayah, baik dia seorang muslim yang shalih maupun muslim yang durhaka, seperti orang yang mati bunuh diri, pembunuh perampok dan lain-lain.
Oleh karena itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menshalati wanita yang dihukum rajam karena zina, dimana wanita itu telah menyerahkan dirinya untuk dihukum rajam dan dia telah bertaubat dengan taubat yang sungguh- sungguh.
Akan tetapi dari hadits ini juga keluarlah hukum yang berkaitan dengan pelajaran dan peringatan, bahwa penguasa dan termasuk juga para Ulama disukai untuk tidak menshalatkan orang-orang yang mati bunuh diri dan yang selainnya dari orang-orang yang durhaka sebagai pelajaran bagi manusia akan perbuatan tersebut.
Demikian semoga bermanfa'at
Sumber: Disalin ulang dari buku “al Masaail Jilid 9 (Masalah-Masalah Agama) – Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat”, Masalah ke 267, Hal.130-132, Penerbit Darussunnah http:// alqiyamah.wordpress.com
Masa Depan Jama'ah Tabligh Di Indonesia
1 tahun yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar
Assalamualaikum.
Untuk memperbaharui blog ini komentar anda sangat saya harapkan.
- Komentar anda sangat berarti buatku.
- Komentar anda sangat berharga bagiku.
- Komentar anda adalah kebangga'anku.
Berilah komentar yang dapat membuat saya merasa nyaman dan bergairah untuk terus memperbaharui situs ini.
komentar anda sangat membantu saya untuk terus berkarya. (~_~)
Terimakasi karena sudah berkunjung!
Jazakumulloh khoiron katsir.