ARTIKEL YANG LAIN

1.10.2012

Taruhan Dan Judi Dalam Lomba

Taruhan dan Judi dalam Lomba.

Asal perlombaan adalah dibolehkan. Hal ini
dibuktikan dalam beberapa hadits dan juga
klaim ijma (kesepakatan para ulama).
Apalagi jika lomba tersebut sebagai
persiapan untuk jihad seperti lomba memanah atau pacuan kuda, para ulama
sepakat akan sunnahnya, bahkan hal ini
adalah ijma (kesepakatan) mereka. Bahkan
kadangkala hukum melakukan lomba
memanah dan pacuan kuda bisa jadi wajib
(fardhu kifayah) di kala diwajibkannya jihad. Mengenai persiapan jihad, Allah Ta ala
berfirman,
Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka
kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan
dari kuda-kuda yang ditambat (QS. Al
Anfal: 60). Yang dimaksud dengan kekuatan
apa saja, ditafsirkan dari Nabi shallallahu
alaihi wa sallam dengan memanah (HR. Muslim no. 1917). Namun perlu dipahami bahwa perlombaan
atau musabaqoh itu ada dua macam: dengan
taruhan dan tanpa taruhan.

Perlombaan Tanpa Taruhan.

Hukum asalnya boleh berlomba tanpa
taruhan seperti lomba lari, perahu, balapan
burung, keledai, gajah dan lomba tombak.
Pendapat jumhur (mayoritas ulama)
membolehkan setiap perlombaan yang
tanpa taruhan secara mutlak. Ibnu Abidin salah seorang ulama
Hanafiyah- berkata, Adapun perlombaan tanpa taruhan, itu
boleh dalam berbagai macam
bentuknya. (Roddul Muhtar, 27: 20, Asy
Syamilah) Ibnu Qudamah ulama Hambali- berkata, . Perlombaan itu ada dua macam:
perlombaan tanpa taruhan dan dengan
taruhan. Adapun perlombaan tanpa taruhan,
itu boleh secara mutlak tanpa ada
pengkhususan ada yang terlarang. (Al
Mughni, 11: 29) Dalam Al Mawsu ah Al Fiqhiyyah (15: 79)
disebutkan, Jika musabaqoh (perlombaan) dilakukan
tanpa adanya taruhan, itu boleh pada setiap
bola tanpa pengkhususan. Dalil dari penjelasan di atas adalah hadits
dari Aisyah di mana ia pernah berlomba
lari bersama Rasul shallallahu alaihi wa
sallam tanpa adanya taruhan. Dari Aisyah
radhiyallahu anha, beliau menceritakan
bahwa, - - . Ia pernah bersama Nabi shallallahu alaihi
wa sallam dalam safar. Aisyah lantas
berlomba lari bersama beliau dan ia
mengalahkan Nabi shallallahu alaihi wa
sallam. Tatkala Aisyah sudah bertambah
gemuk, ia berlomba lari lagi bersama Rasul shallallahu alaihi wa sallam, namun kala
itu ia kalah. Lantas Nabi shallallahu alaihi
wa sallam bersabda, Ini balasan untuk
kekalahanku dahulu. (HR. Abu Daud no.
2578 dan Ahmad 6: 264.

Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini shahih) Penjelasan di atas adalah pendapat jumhur
atau mayoritas ulama. Ulama Hanafiyah
memiliki pendapat yang sedikit berbeda.
Mereka memberi syarat lomba yang
dibolehkan hanyalah pada empat lomba,
yaitu lomba pacuan kuda, pacuan unta dan memanah, ditambah lomba lari. Sebagaimana
disebutkan dalam hadits Abu Huraihah, Nabi
shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Tidak ada taruhan dalam lomba kecuali
dalam perlombaan memanah, pacuan unta,
dan pacuan kuda. (HR. Tirmidzi no. 1700,
An Nasai no. 3585, Abu Daud no. 2574, Ibnu
Majah no. 2878.

Dinilai shahih oleh Syaikh Al
Albani). Mengenai dalil bolehnya lomba lari diambil dari hadits Aisyah yang telah
disebutkan. Artinya, perlombaan selain
empat lomba yang telah disebutkan asalnya
adalah haram menurut ulama Hanafiyah.
Dikeluarkan dari haram karena ada dalil
pengecualian.

Perlombaan dengan Taruhan

Perlombaan dengan taruhan asalnya masih
dibolehkan. Namun yang dibolehkan di sini adalah khusus pada lomba tertentu, tidak
untuk setiap lomba. Jumhur berpendapat tidak bolehnya lomba dengan taruhan selain
pada lomba memanah, pacuan kuda, dan
pacuan unta.

Demikian pula dikatakan oleh
Az Zuhri. Sedangkan ulama Hanafiyah berpendapat
bahwa lomba hanya boleh dalam empat hal,
yaitu lomba pacuan kuda, pacuan unta,
memanah dan lomba lari sebagaimana
keterangan di atas. Ulama Syafi iyah meluaskan lagi
perlombaan yang dibolehkan dengan
taruhan pada setiap lomba yang nanti
berperan serta dalam jihad. Adapun lomba
adu ayam, burung, dan domba tidaklah
termasuk dalam hal ini dan jelas tidak dibolehkan karena bukan termasuk sarana
untuk jihad (Disarikan dari Al Mawsu ah Al
Fiqhiyyah).

Imam Nawawi dalam Minhajul
Tholibin berkata, Segala lomba yang
mendukung peperangan (jihad) dibolehkan
dengan taruhan. Termasuk pula lomba yang dibolehkan
dengan taruhan adalah lomba hafalan
Qur an dan lomba ilmiah dalam agama.

Ibnul Qayyim rahimahullah ditanya,
Apakah boleh melakukan perlombaan
menghafal Al Qur an, hadits, fikih dan ilmu
yang bermanfaat lainnya yang ditentukan
manakah yang benar manakah yang salah
dan perlombaan tersebut menggunakan taruhan? Kata Ibnul Qayyim, Pengikut Imam Malik,
Imam Ahmad dan Imam Asy Syafi i
melarang hal tersebut. Sedangkan ulama
Hanafiyah membolehkannya.

Guru kami, begitu pula Ibnu Abdil Barr dari ulama
Syafi iyah membolehkan hal ini. Perlombaan menghafal Qur an tentu saja
lebih utama dari lomba berburu, bergulat,
dan renang. Jika perlombaan-perlombaan
tadi dibolehkan, maka tentu saja perlombaan
menghafal Al Qur an (dengan taruhan)
lebih utama untuk dikatakan boleh. (Al Furusiyah, Ibnul Qayyim, hal. 318).

Ibnul Qayyim di tempat lain berkata, Jika
taruhan dibolehkan dalam memanah, pacuan
kuda dan pacuan kita karena terdapat
dorongan untuk belajar pacuan dan sebagai
persiapan untuk jihad, maka tentu saja
lomba dalam hal ilmu diin (agama) dan penyampaian hujjah padahal dengan itu
akan membuka hati dan memuliakan Islam,
maka itu lebih layak dibolehkan. (Al
Furusiyah, Ibnul Qayyim, hal. 97)

Bentuk Taruhan Untuk lomba yang dibolehkan dengan
taruhan seperti yang disebutkan
sebelumnya, ada syarat taruhan yang perlu
diperhatikan, yaitu:

1. Taruhan harus jelas dalam hal jumlah dan
sifat (ciri-ciri).

2. Boleh taruhan dibayarkan saat lomba
atau boleh sebagiannya ditunda (dicicil).

3. Taruhan tersebut bisa jadi ditarik dari
salah satu peserta dari dua peserta yang
ikut lomba.

Salah satunya mengatakan,
Jika engkau mengalahkan saya dalam
lomba memanah, maka saya berkewajiban
memberimu Rp.100.000 . Ini dibolehkan dan tidak ada khilaf di antara para ulama
dalam pembolehan bentuk taruhan
semacam ini. Namun ingat sekali lagi
bentuk ini berlaku antara dua orang atau
dua kelompok.

4. Taruhan tersebut bisa pula ditarik dari
pihak lain semisal dari imam yang diambil
dari kas Negara (baitul maal). Karena
lomba semacam ini jelas manfaatnya dan
turut membantu dalam pembelajaran
jihad sehingga bermanfaat luas bagi orang banyak. Bisa pula taruhan tersebut berasal dari iuran
peserta (yang lebih dari dua peserta),
seperti masing-masing misalnya
menyetorkan iuran awal sebesar Rp.100.000
dan hadiah untuk pemenang akan ditarik
dari iuran tersebut.

Bentuk ketiga ini disebut rihan (taruhan). Jumhur ulama tidak
membolehkan taruhan semacam ini karena
ada pihak yang rugi dan ada yang
beruntung. [Lihat Al Mawsu ah Al Fiqhiyah,
24: 128-129]

Taruhan yang Berbau Judi

Taruhan yang Berbau Judi Perlombaan selain yang disebutkan di atas
seperti perlombaan bola, balapan motor, perlombaan catur yang menggunakan taruhan dengan dipungut dari iuran peserta,
ini jelas terlarang karena bukan bertujuan
untuk menegakkan agama Allah atau jalan
melatih untuk berjihad. Bahkan perlombaan
semacam itu termasuk dalam bentuk
perjudian yang jelas haramnya.

Jelaslah bagaimana bentuk perjudian saat ini yang
dikemas dengan berbagai trik. Seperti lomba
voli yang diikuti peserta dengan syarat
setiap peserta membayar uang pendaftaran
Rp.100.000 lalu hadiahnya dipungut dari
uang pendaftaran tersebut, ini jelas masuk dalam judi.

Sedangkan taruhan yang dilakukan di antara
sesama penonton (misal dari para penonton
pacuan kuda atau memanah), tidak
dibolehkan dalam perlombaan yang masuk
kategori boleh dengan taruhan. Karena yang
boleh memakai taruhan di sini adalah sesama para peserta sebagaimana
penjelasan di atas. Bahaya Judi Hati-hatilah dengan judi, wahai saudaraku!
Allah Ta�ala berfirman, �Hai orang-orang yang beriman,
sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib
dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan.� (QS. Al Maidah: 90)

Lihatlah permusuhan sesama muslim bisa
muncul akibat judi. Judi pun benar-benar
telah memalingkan dari dzikrullah. Sadarilah! �Sesungguhnya syaitan itu bermaksud
hendak menimbulkan permusuhan dan
kebencian di antara kamu lantaran
(meminum) khamar dan berjudi itu, dan
menghalangi kamu dari mengingat Allah dan
sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).� (QS. Al
Maidah: 91)

Bahkan judi itu lebih berbahaya dari riba.
Sebagaimana Ibnu Taimiyah rahimahullah
berkata, : , , , . �Kerusakan maysir (di antara bentuk
maysir adalah judi) lebih berbahaya dari
riba. Karena maysir memiliki dua kerusakan:

(1) memakan harta haram,
(2) terjerumus
dalam permainan yang terlarang. Maysir
benar-benar telah memalingkan seseorang dari dzikrullah, dari shalat, juga mudah
timbul permusuhan dan saling benci. Oleh
karena itu, maysir diharamkan sebelum
riba.� (Dinukil dari Al Mawsu�ah Al
Fiqhiyyah, 39: 406)

Maysir yang disebutkan dalam ayat di atas
sebenarnya lebih umum dari judi. Kata Imam
Malik rahimahullah, �Maysir ada dua
macam:

(1) bentuk permainan seperti dadu,
catur dan berbagai bentuk permainan yang
melalaikan, dan
(2) bentuk perjudian, yaitu yang mengandung unsur spekulasi atau
untung-untungan di dalamnya.� Bahkan Al
Qosim bin Muhammad bin Abi Bakr
memberikan jawaban lebih umum ketika
ditanya mengenai apa itu maysir. Jawaban
beliau, �Setiap yang melalaikan dari dzikrullah (mengingat Allah) dan dari shalat,
itulah yang disebut maysir.�

(Dinukil dari
Al Mawsu�ah Al Fiqhiyyah, 39: 406). Dari
penjelasan Imam Malik menunjukkan ada
permainan yang terlarang yaitu catur dan dadu. Dua permainan ini disebut maysir.

Demikian bahasan kami seputar hukum
taruhan.

Moga bermanfaat. Wallahu
waliyyut taufiq was sadaad.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Assalamualaikum.
Untuk memperbaharui blog ini komentar anda sangat saya harapkan.
- Komentar anda sangat berarti buatku.
- Komentar anda sangat berharga bagiku.
- Komentar anda adalah kebangga'anku.

Berilah komentar yang dapat membuat saya merasa nyaman dan bergairah untuk terus memperbaharui situs ini.

komentar anda sangat membantu saya untuk terus berkarya. (~_~)

Terimakasi karena sudah berkunjung!

Jazakumulloh khoiron katsir.